Senin, 15 Oktober 2012

perkembangan sosial remaja


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Santrock, 2003).Masa remaja juga merupakan suatu masa perkembangan yang penuh dengan berbagai tantangan baik itu dari segi fisik maupun segi psikis. Dari kesimpulan diatas dapat kita lihat bahwa masa remaja sangat rentan akan berbagai masalah, baik dalam perkembangan fisik, perkembangan psikis, perkembangan bahasa dan perkembangan sosialnya.Permasalahan yang terjadi pada remaja sebagian besar dipengaruhi oleh adanya perubahan dari dalam diri dan sosialnya.
Perkembangan sosial remaja sangat penting bagi kehidupan remaja selanjutnya.Perkembangan sosial mempengaruhi remaja dalam hubungan sosialnya dengan teman sebaya dan orang tua dan yang paling essensial dari perkembangan sosial remaja adalah pencarian identitas atau jati diri. Apabila perkembangan sosial tidak mengalami kesuksesan maka remaja tidak akan dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sosialnya dengan baik, sehingga pada masa dewasa akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya.
Peran orang tua dan guru menjadi sangat penting dalam membantu perkembangan sosial remaja, agar remaja tidak terjerumus ke dalam lingkungan sosial yang menyimpang.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi dari perkembangan sosial remaja ?
2.      Apa saja karakteristik dari perkembangan sosial remaja ?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja ?
4.      Bagaimana pengaruh teman sebaya dan keluarga terhadap perkembangan sosial remaja ?
5.      Bagaimana pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku ?
6.       Apa saja isu-isu yang terkait dengan perkembangan sosial remaja?
7.      Bagaimana upaya pengembangan hubungan sosial remaja dan implikasi dalam penyelenggraan pendidikan?

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui dan memahami definisi dari perkembangan sosial remaja.
2.      Memahami karakteristik dari perkembangan sosial remaja.
3.      Megetahui faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja.
4.      Memahami pengaruh teman sebaya dan keluarga terhadap perkembangan sosial.
5.      Memahami pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku.
6.      Mengetahui dan memahami isu-isu yang terkait dengan perkembangan sosial remaja.
7.      Mengetahui, memahami serta dapat mengimplikasikan pengembangan hubungan sosial remaja dalam penyelenggaraan pendidikan.
BAB II
PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA
A.    Definisi Perkembangan Sosial Remaja
Menurut (Dr.H.Syamsu Yusuf LN., M.Pd.:122) Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; melebur diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
B.     Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur, Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena disamping harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja, juga terselip pemikiran pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
Kehidupan sosial pada jenjang remaja ditantai dengan menonjolnya fungsi intelektual emosional. Seorang remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang dialami oleh remaja. Keadaan atau peristiwa ini oleh Erik Erickson  (dalam lefton, 1982:281) dinyatakan bahwa anak telah mengalami krisi identitas. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri seseorang adalah sesuatu yang kompleks.  Banyak remaja yang amat percaya pada kelompok mereka dalam menemukan jati dirinya.  Dalam hal ini Erik Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiaokultural. Tidak seperti pandangan freud, kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesame remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh berorientasi pada kepentingan seksual. Semua perilaku bsosial didorong oleh kepentingan sosial.Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok baik kelompok kecil maupun besar. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan. Baik didalam kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh ramaja dan yang paling rumit adalah faktorpenyesuaian diri. Didalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing tampil menonjol, memperlihatkan akunya. Oleh karena itu, sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang. Teteapi sebaliknya dalam kelompok ini terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang diikati oleh norma kelompok yang telah disepakati.
Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi kelompok.  Penyesuaian dalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosiaonal mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian akan kekuarngan masing-masing dan upaya menahan sikap menonjolakn diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan tindakan intelektual yang tepat dan kemapuan menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah kepemilihan pasangan hidup, pertimbangan faktor agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan masing-masing individu  yang bersangkutan, tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang besar (sesame agama atau sesame suku).
Remaja pada tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilik teman hidup.
1.      Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
2.       Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
Menurut “Erick Erison” Bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
3.      Pergaulan remaja banyak diwujudk/an dalam bentuk kelompok – kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil.


C. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Remaja
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh bebrapa faktor diantaranya : keluarga,kematangan anak,status sosial ekonomi keluarga,tingkat pendidikan,dan kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak. Termasuk perkembangan sosialnya. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menetapkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan.
2.Kematangan
Untuk mampu bersosialisasi dengan bauk diperlukan kematangan fisik sehingga setiap fisiknya telah mampu menjlankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,bukan sebagai anak yang independent,tetapi akan dipandang konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu,”ia anak siapa”. Secara tidak langsung pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normative yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehingga anak akan menjaga status soisal dan ekonomi keluarganya.
4.Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisais anak yang terarah. Karena pendidikan merupakan proses pengoperasian ilmu yang normative. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,masyarakat,dan agama.
5.Kelembagaan
Peserta didik bukan hanya dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,tetapi dikenalkan kepada norma-norma kehidupan bangsa (nasional) .
6.Kapasitas Mental, Emosi Dan Intelegensi.
Kemapuan berfikir dapat mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memcahkan masalh, dan berbahasa. Perkembangan emosi sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,kemampuan berbahasa baik,dan pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.

D. Pengaruh Teman Sebaya dan Keluarga Terhadap Perkembangan Sosial Remaja
1. Teman Sebaya
Ketika seorang anak beranjak menjadi remaja, maka terjadi perubahan aspek sosialnya. Yang awalnya bersifat egosentris akan berubah menjadi sociable. Pada masa kanak-kanak lebih mengutamakan relasi sosial dengan ayah, ibu dan saudara kandung. Anak akan merasa aman bila berada di bawah pengawasan dan perhatian orang tuanya. Relasi anak dan orang tua lebih bersifat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis (makan, minum, dsb). Begitu mereka memasuki usia remaja, kebutuhan fisiologis dan kasih sayang orang tua akan dikesampingkan dan digantikan oleh kebutuhan akan kehadiran teman-teman sebayanya. Dengan kehadiran teman-teman sebayanya, remaja merasa dihargai, di-orang-kan serta merasa dapat diterima oleh lingkungannya. Perasaan-perasaan tersebut dapat membantu remaja untuk lebih percaya diri, lebih menghargai dirinya serta mampu untuk memiliki citra  diri yang positif. Sehingga teman sebaya memiliki fungsi bagi perkembangan kepribadian si remaja.Ada beberapa aspek kepribadian yang dapat dikembangkan melalui kehadiran teman sebaya, yaitu :
1.      Aspek Fisik. dengan kehadiran teman sebaya, remaja dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan fisiknya, seperti kegiatan-kegiatan kelompok yang sama-sama menyukai aktifitas fisik. Misalnya kelompok sepak bola, karate, dll.
2.      Aspek Intelektual. Di sini remaja berkelompok dengan minat yang sama, seperti ajang diskusi atau kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan kemampuan intelektualnya.
3.      Aspek Emosi. Remaja membuat kelompok untuk saling menyalurkan emosinya, misalnya nonton bareng-bareng, nyanyi bareng-bareng (bikin band) atau kegiatan lainnya yang bisa menyalurkan emosi mereka.
4.      Aspek Sosial. Dengan kelompok, remaja merasa memiliki teman senasib, se ide, seperjuangan sehingga melalui kegiatan sosial yang mereka bentuk, remaja merasa dihargai oleh lingkungannya.
5.      Aspek Moral. Remaja berkelompok untuk mengembangkan kemampuannya di bidang keagamaan.
Dampak kehadiran teman sebaya juga tidak selamanya meberi pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja. Bila orang tua kurang memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka akibatnya bisa menimbulkan hal-hal yang negatif. Yang perlu diperhatikan agar remaja tidak menyimpang dari aturan aturan dalam bersosialisasi yaitu :
1.      Peran Disiplin. Remaja harus mampu mengatur waktu. Kapan belajar, kapan bermain dengan teman sebaya dan kapan membantu orang tua.
2.      Peran Kontrol Orang Tua. Orang tua tetap harus dapat mengontrol remaja dalam berhubungan dengan teman-teman sebayanya.
3.      Hindari lingkungan yang dapat membawa remaja ke arah pergaulan yang negatif.
4.      Pandai-pandai dalam memilih bentuk kegiatan yang akan dimasuki.
5.      Pilihlah teman yang memberi dampak/pengaruh yang positif terhadap kita.
6.      Memiliki aturan-aturan yang jelas sebagai bekal pada saat bersosialisasi dengan teman-teman remaja yang lain.

2.Keluarga ( Rumah Tangga)

            Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).

E. Pengaruh Perkembangan Sosial Remaja Terhadap Tingkah Laku
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain,termasuk orang tuanya, setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan teori yang di ikuti atau diharapkan.Kemampuan abstarksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa keadaan bagaimana menurut alam pikirnya. Keadaan ini akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas atau putus asa.Disamping itu,ternyata pengaruh egosentris masih sering terliihat pada pikiran remaja,diantaranya adalah:
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berfikir maupun cara bertingkah laku, persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul. Karena disangkanya orang lain sepikiran dan tidak puas mengenai penampilan dirinya, hal ini menimbulkan perasaan seperti selalu diamati orang lain,perasaan malu,dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan menyebaban tingkah laku yang canggung.
Penyesuaian diri yang dilandasi dengan sifat ego menyebabkan remaja merasa bahwa dirinya “ampuh” atau “hebat” sehingga berani menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam aktifitas yang sering kali dipikirkan atau direncanakan. Aktifitas yang dilakukan umumnya aktifitas yang tergolong membahayakan. Namun melalui banyak pengalaman yang didapatnya,maka sifat ego semakin brkurang. Pada akhir masa remaja pengaruh egosentris sudah sedemikian kecilnya,sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.

F. Isu-isu yang Terkait dengan Perkembangan Sosial Remaja
1. Pencarian Identitas
Pencarian identitas yang didefinisikan Erikson sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang menjadi fokus pada masa remaja. Sebagaimana yang ditekankan Erikson usaha remaja untuk memahami diri bukan “sejenis rasa tidak nyaman akibat menjadi dewasa”. Usaha tersebut merupakan proses vital dan sehat yang didasarkan kepada pencapaian tahap keyakinan, otonomi.
Menurut Erikson tugas utama masa remaja adalah memecahkan “krisis” identitas versus kebingungan identitas (atau identitas versus kebingungan peran), merupakan tahap pertama perkembangan psikososial Erikson, dimana remaja berusaha mengembangkan perasaan akan eksistensi diri yang koheren, termasuk peran yang dimainkannya dalam masyarakat. “Krisis identitas”ini jarang teratasi pada masa remaja; berbagai isu berkaitan dengan keterpecahan identitas mengemuka dan kembali mengemukakan sepanjang kehidupan masa dewasa. Kebingungan identitas muncul dalam satu dari dua pilihan yaitu individu menarik diri, memisahkan diri dari teman sebaya dan keluarga, atau mereka dapat kehilangan identitas mereka dalam kelompok.
Merujuk kepada Erikson, remaja tidak membentuk identitas mereka dengan meniru orang lain, sebagaimana yang dilakukan anak yang lebih muda, tetapi dengan memodifikasi dan mensintesis identifikasi lebih awal kedalam struktur psikologi baru yang lebih besar, untuk membentuk identitas, seorang remaja harus memastikan dan mengorganisir kemampuan, kebutuhan, ketertarikan, dan hasrat mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks sosial. Bahaya dari tahap kebingungan identitas adalah dapat memperlambat pencapaian kedewasaan psikologis.
Identitas terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah utama : pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas seksual yang memuaskan. Teori Erikson menggambarkan perkembangan identitas pria sebagai norma. Menurut Erikson, ketika seorang wanita mendifinisikan diri mereka sendiri melalui perkawinan dan keibuan, pria tidak dapat melakukan intiminasi yang sebenarnya sampai mereka telah mendapatkan identitas yang stabil. Karena itu, menurut Erikson, seorang wanita mengembangkan identitasnya melalui intiminasi, bukan sebelumnya. Dan sebagaimana yang akan kita saksikan kemudian, orientasi pria dalam teori Erikson ini telah menimbulkan kritik.
Empat Status Identitas
Posisi dalam pekerjaan dan ideologi dalam status identitas terdiri dari krisis dan komitmen. Krisis (crisis) didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan identitas selama mana remaja memilih diantara pilihan-pilihan yang bermakna. Kebanyakan peneliti sekarang menggunakan istilah penjajakan (exploration) dan bukan krisis (crisis). Komitmen (commitment) didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan.
Pakar psikologi berkebangsaan Kanada, James Marcia menganalisis teori perkembangan identitas Erikson dan menyimpulkan bahwa ada empat status identitas atau mode resolusi yaitu :
1.         Penyebaran Identitas (identity diffusion) ialah istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang belum mengalami krisis(yaitu mereka yang belum menjajaki piloha-pilihan yang bermakna) atau komitmen apapun.
2.         Pencabutan Identitas (identiy foreclosure) ialah istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis.
3.         Penundaan Identitas (identitymoratorium) ialah istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang sedang berada ditengah-tengah krisis, tetapi komitmen mereka tidak ada atau hanya didefinisikan secara samar.
4.         Pencapaian Identitas (identity achievement) ialah istilah yang digunakan oleh Marcia bagi remaja yang telah mengalami suatu krisis dan sudah membuat suatu komitmen.
a.      Pengaruh Keluarga Terhadap Identitas
Orang tua adalah tokoh yang paling penting dalam perkembangan identitas remaja. Dalam studi-studi yang mengkorelasikan perkembangan identitas remaja dengan gaya-gaya pengasuhan, orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis, yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis, yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, akan menghambat identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remajadan memberikan mereka mengambil keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas.
b.      Gender dan Perkembangan Identitas
Sementara teori klasik Erikson mengusulkan perbedaan-perbedaan jenis kelamin, studi-studi terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengembangkan minat-minat pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam identitas beralih menjadi persamaan-persamaan. Akan tetapi yang lain berpendapat bahwa ikatan-ikatan relasi dan emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum perempuan daripada kaum laki-laki, dan bahwa perkembangan identitas kaum perempuan dewasa ini lebih kompleks daripada perkembangan identitas kamu laki-laki.
c.       Kebudayaan dan Aspek Etnis pada Identitas
Erikson secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaa dalam perkembangan identitas yang menekakan bagaimana di seluruh dunia kelompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk mempertahankan identitas kebudayaan mereka saat bercampur dengan kebudayaan mayoritas. Masa remaja sering merupakan suatu titik yang khusus dalam perkembangan identitas individu-individu etnis minoritas, karena untuk pertama kalinya mereka secara sadar menghadapi etnis mereka.
2.      Kepercayaan Diri
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.

3.      Seksualitas
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.  Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah  seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.  Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat  remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980).
4.      Proaktivitas
Definisi proaktivitas adalah orang yang relatif tidak terpengaruh oleh kekuatan situasi di sekitarnya, bahkan orang tersebut mampu mempengaruhi timbulnya perubahan dalam lingkungannya.Hjelle dan Ziegler (1981) mengemukakan bahwa proaktivitas merupakan salah satu asumsi dasar sifat manusia. Lebih jauh dijelaskan bahwa proaktivitas adalah lawan dari reaktivitas. Proaktivitas merupakan keyakinan diri bahwa sumber segala perilaku adalah terletak pada diri manusia itu sendiri. Manusia melakukan aksi, bukan sekedar reaksi.
5.      Resiliensi
Grotberg (1995: 10) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan. Hal senada diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (1999: 26), bahwa resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.
G. Upaya Mengembangkan Hubungan Sosial Remaja dengan Implikasi  dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Melihat masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang ke arah positif  maupun negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut agar berkembang ke arah positif dan produktif.
Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua, yaitu:
1.       Pola asuh bina kasih (induction), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap perilaku dan keputusan yang diambil bagi anaknya.
2.       Pola asuh unjuk kuasa (power assertion), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.
3.       Pola asuh lepas kasih (love withdrawal), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala.
Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal, ada 5 kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu:
1.       Kompetensi profesional (professional competency)
  1. Kompetensi pribadi (personal competency)
  2. Kompetensi moralitas (morality competency)
  3. Kompetensi religiusitas (religiousity competency)
  4. Kompetensi formal (formal competency)


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
2.       Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional.
3.       Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja : keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan, kelembagaan, kapasitas mental, emosi dan intelegensi.
4.      Ada beberapa aspek kepribadian yang dapat dikembangkan melalui kehadiran teman sebaya, yaitu : aspek fisik, aspek intelektual, aspek emosi, aspek sosial, aspek moral.
5.       Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain,termasuk orang tuanya, setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan teori yang di ikuti atau diharapkan pengaruh egosentris masih sering terliihat pada pikiran remaja.
6.       Isu-isu yang terkait dengan perkembangan sosial remajapencarian identitas, kepercayaan diri, seksualitas, proaktivitas, resiliensi.
7.       Untuk dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal, ada 5 kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu: Kompetensi profesional (professional competency), Kompetensi pribadi (personal competency), Kompetensi moralitas (morality competency), Kompetensi religiusitas (religiousity competency), Kompetensi formal (formal competency).
B.     Rekomendasi
Masa remaja merupakan masa dimana individu mencari identitas atau jati dirinya, dalam fase ini remaja mengalami kesulitan dalam menjalani perkembangan sosialnya, agar remaja tidak terjerumus kedalam lingkungan sosial yang menyimpang, oleh sebab itu peran guru dan orang tua menjadi sangat penting dalam membantu remaja mengatasi hambatan- hambatannya dalam kehidupan sosialnya. 









Daftar Pustaka
·         Santrock, W., John. (2003). Adolescence. Erlangga : Jakarta.
·         Santrock,W.,John. (2002). Perkembangan Masa Hidup (Life Span Development). Erlangga : Jakarta.
·         Papalia,E.,Diane.(2008). Psikologi Perkembangan (Human Development). Kencana:Jakarta.
·         http://mohhaq.wordpress.com/2011/11/05/implikasi-pertumbuhan-dan-perkembangan-terhadap-penyelenggaraan-pendidikan/



1 komentar: