BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Santrock, 2003).Masa remaja juga merupakan
suatu masa perkembangan yang
penuh dengan berbagai tantangan baik itu dari segi fisik maupun segi psikis. Dari kesimpulan
diatas dapat kita lihat bahwa masa remaja sangat rentan akan berbagai masalah,
baik dalam perkembangan fisik, perkembangan psikis, perkembangan bahasa dan
perkembangan sosialnya.Permasalahan yang terjadi pada remaja sebagian besar dipengaruhi
oleh adanya perubahan dari dalam diri dan
sosialnya.
Perkembangan sosial remaja sangat
penting bagi kehidupan remaja selanjutnya.Perkembangan sosial mempengaruhi
remaja dalam hubungan sosialnya dengan teman sebaya dan orang tua dan yang
paling essensial dari perkembangan sosial remaja adalah pencarian identitas
atau jati diri. Apabila perkembangan sosial tidak mengalami kesuksesan maka
remaja tidak akan dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sosialnya dengan
baik, sehingga pada masa dewasa akan mengalami kesulitan dalam kehidupan
sosialnya.
Peran orang tua dan guru menjadi
sangat penting dalam membantu perkembangan sosial remaja, agar remaja tidak terjerumus
ke dalam lingkungan sosial yang menyimpang.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
definisi dari perkembangan sosial remaja ?
2. Apa
saja karakteristik dari perkembangan sosial remaja ?
3. Faktor
apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja ?
4. Bagaimana
pengaruh teman sebaya dan keluarga terhadap perkembangan sosial remaja ?
5. Bagaimana
pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku ?
6. Apa saja isu-isu yang terkait dengan
perkembangan sosial remaja?
7. Bagaimana
upaya pengembangan hubungan sosial remaja dan implikasi dalam penyelenggraan
pendidikan?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
dan memahami definisi dari perkembangan sosial remaja.
2. Memahami
karakteristik dari perkembangan sosial remaja.
3. Megetahui
faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja.
4. Memahami
pengaruh teman sebaya dan keluarga terhadap perkembangan sosial.
5. Memahami
pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku.
6. Mengetahui
dan memahami isu-isu yang terkait dengan perkembangan sosial remaja.
7. Mengetahui,
memahami serta dapat mengimplikasikan pengembangan hubungan sosial remaja dalam
penyelenggaraan pendidikan.
BAB II
PERKEMBANGAN SOSIAL
REMAJA
A.
Definisi
Perkembangan Sosial Remaja
Menurut (Dr.H.Syamsu Yusuf LN.,
M.Pd.:122) Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; melebur diri menjadi suatu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
B.
Karakteristik
Perkembangan Sosial Remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan
anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan
remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja
telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai
memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma
yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai
lingkungan, bukan saja bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur, Dengan
demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja,
kelompok anak-anak, kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan
sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit,
karena disamping harus memperhatikan norma pergaulan sesame remaja, juga
terselip pemikiran pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman
hidup.
Kehidupan sosial pada jenjang
remaja ditantai dengan menonjolnya fungsi intelektual emosional. Seorang remaja
dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan
masalah yang dialami oleh remaja. Keadaan atau peristiwa ini oleh Erik
Erickson (dalam lefton, 1982:281)
dinyatakan bahwa anak telah mengalami krisi identitas. Proses pembentukan
identitas diri dan konsep diri seseorang adalah sesuatu yang kompleks. Banyak remaja yang amat percaya pada kelompok
mereka dalam menemukan jati dirinya.
Dalam hal ini Erik Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri
seseorang didorong oleh pengaruh sosiaokultural. Tidak seperti pandangan freud,
kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesame remaja terutama dengan lawan
jenis) didorong oleh berorientasi pada kepentingan seksual. Semua perilaku
bsosial didorong oleh kepentingan sosial.Pergaulan remaja banyak diwujudkan
dalam bentuk kelompok baik kelompok kecil maupun besar. Dalam menetapkan
pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti
moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan. Baik didalam
kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh ramaja
dan yang paling rumit adalah faktorpenyesuaian
diri. Didalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat,
masing-masing individu bersaing tampil menonjol, memperlihatkan akunya. Oleh
karena itu, sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan
oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang. Teteapi sebaliknya dalam
kelompok ini terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang diikati oleh norma
kelompok yang telah disepakati.
Nilai positif dalam kehidupan kelompok
adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan
mematuhi kelompok. Penyesuaian dalam
kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis
sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses
penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosiaonal mempunyai pengaruh yang
kuat. Saling pengertian akan kekuarngan masing-masing dan upaya menahan sikap
menonjolakn diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan
tindakan intelektual yang tepat dan kemapuan menyeimbangkan pengendalian
emosional. Dalam hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah kepemilihan pasangan
hidup, pertimbangan faktor agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan
masing-masing individu yang bersangkutan,
tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang besar (sesame
agama atau sesame suku).
Remaja pada tingkat perkembangan anak
yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan
remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja
telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah
mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan
norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai
lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian,
remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok
anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama
remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di
samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip
pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilik teman hidup.
1. Pada masa remaja, anak mulai
memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman
lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping
harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja juga terselip pemikiran
adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.
2. Kehidupan sosial remaja ditandai dengan
menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap
hubungan sosial yang tertuutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
Menurut “Erick Erison” Bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
Menurut “Erick Erison” Bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
3. Pergaulan remaja banyak diwujudk/an
dalam bentuk kelompok – kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil.
C.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Remaja
Perkembangan
sosial manusia dipengaruhi oleh bebrapa faktor diantaranya :
keluarga,kematangan anak,status sosial ekonomi keluarga,tingkat pendidikan,dan
kemampuan mental terutama emosi dan intelegensi.
1. Keluarga
1. Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak. Termasuk perkembangan sosialnya. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga.
Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menetapkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan.
2.Kematangan
Untuk
mampu bersosialisasi dengan bauk diperlukan kematangan fisik sehingga setiap
fisiknya telah mampu menjlankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial
Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga
dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,bukan sebagai anak
yang independent,tetapi akan dipandang konteksnya yang utuh dalam keluarga anak
itu,”ia anak siapa”. Secara tidak langsung pergaulan sosial anak, masyarakat
dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari
pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normative
yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehingga anak akan menjaga status
soisal dan ekonomi keluarganya.
4.Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisais anak yang terarah. Karena pendidikan merupakan
proses pengoperasian ilmu yang normative. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga,masyarakat,dan
agama.
5.Kelembagaan
Peserta
didik bukan hanya dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,tetapi
dikenalkan kepada norma-norma kehidupan bangsa (nasional) .
6.Kapasitas Mental, Emosi Dan Intelegensi.
6.Kapasitas Mental, Emosi Dan Intelegensi.
Kemapuan
berfikir dapat mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memcahkan
masalh, dan berbahasa. Perkembangan emosi sangat berpengaruh sekali terhadap
perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan
intelektual tinggi,kemampuan berbahasa baik,dan pengendalian emosi secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
D.
Pengaruh Teman Sebaya dan Keluarga Terhadap Perkembangan Sosial Remaja
1. Teman Sebaya
Ketika seorang anak
beranjak menjadi remaja, maka terjadi perubahan aspek sosialnya. Yang awalnya
bersifat egosentris akan berubah menjadi sociable. Pada masa kanak-kanak lebih
mengutamakan relasi sosial dengan ayah, ibu dan saudara kandung. Anak akan
merasa aman bila berada di bawah pengawasan dan perhatian orang tuanya. Relasi
anak dan orang tua lebih bersifat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(makan, minum, dsb). Begitu mereka memasuki usia remaja, kebutuhan fisiologis
dan kasih sayang orang tua akan dikesampingkan dan digantikan oleh kebutuhan
akan kehadiran teman-teman sebayanya. Dengan kehadiran teman-teman sebayanya,
remaja merasa dihargai, di-orang-kan serta merasa dapat diterima oleh
lingkungannya. Perasaan-perasaan tersebut dapat membantu remaja untuk lebih
percaya diri, lebih menghargai dirinya serta mampu untuk memiliki citra
diri yang positif. Sehingga teman sebaya memiliki fungsi bagi perkembangan
kepribadian si remaja.Ada beberapa aspek kepribadian yang dapat dikembangkan
melalui kehadiran teman sebaya, yaitu :
1. Aspek Fisik. dengan kehadiran
teman sebaya, remaja dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan fisiknya,
seperti kegiatan-kegiatan kelompok yang sama-sama menyukai aktifitas fisik.
Misalnya kelompok sepak bola, karate, dll.
2. Aspek Intelektual. Di sini remaja
berkelompok dengan minat yang sama, seperti ajang diskusi atau
kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan kemampuan intelektualnya.
3. Aspek Emosi. Remaja membuat kelompok
untuk saling menyalurkan emosinya, misalnya nonton bareng-bareng, nyanyi
bareng-bareng (bikin band) atau kegiatan lainnya yang bisa menyalurkan emosi
mereka.
4. Aspek Sosial. Dengan kelompok, remaja
merasa memiliki teman senasib, se ide, seperjuangan sehingga melalui kegiatan
sosial yang mereka bentuk, remaja merasa dihargai oleh lingkungannya.
5. Aspek Moral. Remaja berkelompok untuk
mengembangkan kemampuannya di bidang keagamaan.
Dampak kehadiran teman sebaya
juga tidak selamanya meberi pengaruh yang positif bagi perkembangan remaja.
Bila orang tua kurang memberikan pengetahuan yang baik bagi remaja, maka
akibatnya bisa menimbulkan hal-hal yang negatif. Yang perlu diperhatikan agar
remaja tidak menyimpang dari aturan aturan dalam bersosialisasi yaitu :
1. Peran
Disiplin. Remaja harus mampu mengatur waktu. Kapan belajar, kapan bermain
dengan teman sebaya dan kapan membantu orang tua.
2. Peran
Kontrol Orang Tua. Orang tua tetap harus dapat mengontrol remaja
dalam berhubungan dengan teman-teman sebayanya.
3. Hindari
lingkungan yang dapat membawa remaja ke arah pergaulan yang negatif.
4. Pandai-pandai
dalam memilih bentuk kegiatan yang akan dimasuki.
5. Pilihlah
teman yang memberi dampak/pengaruh yang positif terhadap kita.
6. Memiliki
aturan-aturan yang jelas sebagai bekal pada saat bersosialisasi dengan
teman-teman remaja yang lain.
2.Keluarga ( Rumah Tangga)
Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni
keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan
dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
E.
Pengaruh Perkembangan Sosial Remaja Terhadap Tingkah Laku
Pikiran
remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang lain,termasuk orang tuanya, setiap pendapat
orang lain dibandingkan dengan teori yang di ikuti atau diharapkan.Kemampuan
abstarksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa keadaan bagaimana menurut alam pikirnya. Keadaan ini
akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas atau putus asa.Disamping
itu,ternyata pengaruh egosentris masih sering terliihat pada pikiran
remaja,diantaranya adalah:
Pencerminan
sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berfikir
maupun cara bertingkah laku, persoalan yang timbul pada masa remaja adalah
banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya
dalam bergaul. Karena disangkanya orang lain sepikiran dan tidak puas mengenai
penampilan dirinya, hal ini menimbulkan perasaan seperti selalu diamati orang
lain,perasaan malu,dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan
menyebaban tingkah laku yang canggung.
Penyesuaian
diri yang dilandasi dengan sifat ego menyebabkan remaja merasa bahwa dirinya
“ampuh” atau “hebat” sehingga berani menantang malapetaka dan menceburkan diri
dalam aktifitas yang sering kali dipikirkan atau direncanakan. Aktifitas yang
dilakukan umumnya aktifitas yang tergolong membahayakan. Namun melalui banyak
pengalaman yang didapatnya,maka sifat ego semakin brkurang. Pada akhir masa
remaja pengaruh egosentris sudah sedemikian kecilnya,sehingga remaja sudah
dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangan
orang lain.
F. Isu-isu yang Terkait
dengan Perkembangan Sosial Remaja
1.
Pencarian Identitas
Pencarian
identitas yang didefinisikan Erikson sebagai konsepsi tentang diri, penentuan
tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang menjadi fokus
pada masa remaja. Sebagaimana yang ditekankan Erikson usaha remaja untuk
memahami diri bukan “sejenis rasa tidak nyaman akibat menjadi dewasa”. Usaha
tersebut merupakan proses vital dan sehat yang didasarkan kepada pencapaian
tahap keyakinan, otonomi.
Menurut
Erikson tugas utama masa remaja adalah memecahkan “krisis” identitas versus kebingungan identitas (atau identitas versus
kebingungan peran), merupakan tahap pertama perkembangan psikososial
Erikson, dimana remaja berusaha mengembangkan perasaan akan eksistensi diri
yang koheren, termasuk peran yang dimainkannya dalam masyarakat. “Krisis identitas”ini
jarang teratasi pada masa remaja; berbagai isu berkaitan dengan keterpecahan
identitas mengemuka dan kembali mengemukakan sepanjang kehidupan masa dewasa.
Kebingungan identitas muncul dalam satu dari dua pilihan yaitu individu menarik
diri, memisahkan diri dari teman sebaya dan keluarga, atau mereka dapat
kehilangan identitas mereka dalam kelompok.
Merujuk
kepada Erikson, remaja tidak membentuk identitas mereka dengan meniru orang
lain, sebagaimana yang dilakukan anak yang lebih muda, tetapi dengan
memodifikasi dan mensintesis identifikasi lebih awal kedalam struktur psikologi
baru yang lebih besar, untuk membentuk identitas, seorang remaja harus
memastikan dan mengorganisir kemampuan, kebutuhan, ketertarikan, dan hasrat
mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks sosial. Bahaya dari tahap
kebingungan identitas adalah dapat memperlambat pencapaian kedewasaan
psikologis.
Identitas
terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah utama : pilihan
pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan identitas
seksual yang memuaskan. Teori Erikson menggambarkan perkembangan identitas pria
sebagai norma. Menurut Erikson, ketika seorang wanita mendifinisikan diri
mereka sendiri melalui perkawinan dan keibuan, pria tidak dapat melakukan
intiminasi yang sebenarnya sampai mereka telah mendapatkan identitas yang
stabil. Karena itu, menurut Erikson, seorang wanita mengembangkan identitasnya
melalui intiminasi, bukan sebelumnya. Dan sebagaimana yang akan kita saksikan
kemudian, orientasi pria dalam teori Erikson ini telah menimbulkan kritik.
Empat Status Identitas
Posisi
dalam pekerjaan dan ideologi dalam status identitas terdiri dari krisis dan
komitmen. Krisis (crisis)
didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan identitas selama mana remaja
memilih diantara pilihan-pilihan yang bermakna. Kebanyakan peneliti sekarang
menggunakan istilah penjajakan (exploration)
dan bukan krisis (crisis). Komitmen (commitment) didefinisikan sebagai bagian
dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab
pribadi terhadap apa yang mereka lakukan.
Pakar psikologi berkebangsaan
Kanada, James Marcia menganalisis teori perkembangan identitas Erikson dan
menyimpulkan bahwa ada empat status identitas atau mode resolusi yaitu :
1.
Penyebaran
Identitas (identity diffusion)
ialah istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang belum
mengalami krisis(yaitu mereka yang belum menjajaki piloha-pilihan yang
bermakna) atau komitmen apapun.
2.
Pencabutan
Identitas (identiy foreclosure) ialah
istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang telah
membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis.
3.
Penundaan
Identitas (identitymoratorium) ialah
istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang sedang
berada ditengah-tengah krisis, tetapi komitmen mereka tidak ada atau hanya
didefinisikan secara samar.
4.
Pencapaian
Identitas (identity achievement) ialah
istilah yang digunakan oleh Marcia bagi remaja yang telah mengalami suatu
krisis dan sudah membuat suatu komitmen.
a.
Pengaruh
Keluarga Terhadap Identitas
Orang tua adalah tokoh yang paling
penting dalam perkembangan identitas remaja. Dalam studi-studi yang
mengkorelasikan perkembangan identitas remaja dengan gaya-gaya pengasuhan,
orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis, yang mendorong remaja untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat pencapaian
identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis, yang mengendalikan
perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat,
akan menghambat identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang
memberi bimbingan terbatas kepada remajadan memberikan mereka mengambil
keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas.
b.
Gender
dan Perkembangan Identitas
Sementara
teori klasik Erikson mengusulkan perbedaan-perbedaan jenis kelamin, studi-studi
terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengembangkan minat-minat
pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam identitas
beralih menjadi persamaan-persamaan. Akan tetapi yang lain berpendapat bahwa
ikatan-ikatan relasi dan emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum
perempuan daripada kaum laki-laki, dan bahwa perkembangan identitas kaum
perempuan dewasa ini lebih kompleks daripada perkembangan identitas kamu
laki-laki.
c.
Kebudayaan
dan Aspek Etnis pada Identitas
Erikson
secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaa dalam perkembangan identitas
yang menekakan bagaimana di seluruh dunia kelompok-kelompok etnis minoritas
berjuang untuk mempertahankan identitas kebudayaan mereka saat bercampur dengan
kebudayaan mayoritas. Masa remaja sering merupakan suatu titik yang khusus
dalam perkembangan identitas individu-individu etnis minoritas, karena untuk pertama
kalinya mereka secara sadar menghadapi etnis mereka.
2.
Kepercayaan
Diri
Menurut Thantaway dalam Kamus
istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis
diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau
melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri
negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
3.
Seksualitas
Pengertian
seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau
hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki
dengan perempuan. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah
seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan
lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual
sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari
orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama
sekali.Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena
berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak
memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook
of Adolecent psychology, 1980).
4.
Proaktivitas
Definisi proaktivitas adalah orang
yang relatif tidak terpengaruh oleh kekuatan situasi di sekitarnya, bahkan
orang tersebut mampu mempengaruhi timbulnya perubahan dalam
lingkungannya.Hjelle dan Ziegler (1981) mengemukakan bahwa proaktivitas
merupakan salah satu asumsi dasar sifat manusia. Lebih jauh dijelaskan bahwa
proaktivitas adalah lawan dari reaktivitas. Proaktivitas merupakan
keyakinan diri bahwa sumber segala perilaku adalah terletak pada diri manusia
itu sendiri. Manusia melakukan aksi, bukan sekedar reaksi.
5.
Resiliensi
Grotberg
(1995: 10) menyatakan bahwa resiliensi
adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri
ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup.
Karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan
tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan.
Hal senada diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (1999: 26), bahwa resiliensi
adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi
kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup
sehari-hari.
G.
Upaya Mengembangkan Hubungan Sosial Remaja dengan Implikasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Melihat
masa remaja sangat potensial dan dapat berkembang ke arah positif maupun
negatif maka intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun
pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan perkembangan potensi remaja
tersebut agar berkembang ke arah positif dan produktif.
Dalam
konteks bimbingan orang tua terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga
jenis pola asuh orang tua, yaitu:
1. Pola
asuh bina kasih (induction), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal
terhadap setiap perilaku dan keputusan yang diambil bagi anaknya.
2.
Pola asuh unjuk kuasa
(power assertion), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik
anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak
meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.
3.
Pola asuh lepas kasih
(love withdrawal), adalah pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik
anaknya dengan cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak
menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau
melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu
dikembalikan seperti sediakala.
Untuk
dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal, ada 5
kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu:
1.
Kompetensi profesional
(professional competency)
- Kompetensi pribadi (personal competency)
- Kompetensi moralitas (morality competency)
- Kompetensi religiusitas (religiousity competency)
- Kompetensi formal (formal competency)
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
2.
Pada
masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan,
kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan
emosional.
3.
Faktor- faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial remaja : keluarga, kematangan, status sosial
ekonomi, pendidikan, kelembagaan, kapasitas mental, emosi dan
intelegensi.
4. Ada beberapa aspek
kepribadian yang dapat dikembangkan melalui kehadiran teman sebaya, yaitu :
aspek fisik, aspek intelektual, aspek emosi, aspek
sosial, aspek moral.
5.
Pikiran remaja sering
dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain,termasuk orang tuanya, setiap pendapat orang
lain dibandingkan dengan teori yang di ikuti atau diharapkan pengaruh egosentris
masih sering terliihat pada pikiran remaja.
6.
Isu-isu yang terkait
dengan perkembangan sosial remajapencarian identitas, kepercayaan diri,
seksualitas, proaktivitas, resiliensi.
7.
Untuk dapat membantu
perkembangan kepribadian peserta didik secara maksimal, ada 5 kompetensi yang
seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu: Kompetensi profesional
(professional competency), Kompetensi pribadi (personal competency), Kompetensi
moralitas (morality competency), Kompetensi religiusitas (religiousity competency),
Kompetensi formal (formal competency).
B.
Rekomendasi
Masa remaja merupakan masa dimana
individu mencari identitas atau jati dirinya, dalam fase ini remaja mengalami
kesulitan dalam menjalani perkembangan sosialnya, agar remaja tidak terjerumus
kedalam lingkungan sosial yang menyimpang, oleh sebab itu peran guru dan orang
tua menjadi sangat penting dalam membantu remaja mengatasi hambatan-
hambatannya dalam kehidupan sosialnya.
Daftar
Pustaka
·
Santrock, W., John.
(2003). Adolescence. Erlangga :
Jakarta.
·
Santrock,W.,John. (2002). Perkembangan
Masa Hidup (Life Span Development). Erlangga : Jakarta.
·
Papalia,E.,Diane.(2008).
Psikologi Perkembangan (Human
Development). Kencana:Jakarta.
·
http://mohhaq.wordpress.com/2011/11/05/implikasi-pertumbuhan-dan-perkembangan-terhadap-penyelenggaraan-pendidikan/
terimakasih miiiiin atas inponya.....
BalasHapus