Senin, 15 Oktober 2012

manajemen stress


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu.  Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Parapsikolog juga mendefinisikan stres dalam pelbagai bentuk.  Definisi stres yang paling sering digunakan adalah definisi Lazarus dan Launier (Ognen dalam Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004) yang menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan lingkungannya.  Stres merupakan konskuensi dari proses penilaian individu, yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan.
Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan.Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.
Stress merupakan kondisi psikofisik yang ada (inheren) dalam diri setiap orang. Artinya stress dialami oleh setiaop orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial ekonomi. Stress bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja atau dewasa; dialami oleh pejabat dan rakyat jelata; dialami oleh pengusaha atau karyawan; dialami oleh orangtua atau anak; dialami oleh guru maupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita. Bahkan mungkin strea juga dialami oleh makhluk hidup lainnya.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah yang kami susun adalah
1.      Apa yang dimaksud dengan stres?
2.      Apa saja teori-teori stres?
3.      Bagaimana stres pada setiap periode kehidupan?
4.      Apa saja gejala stres?

C.    Tujuan Penyusunan
Penyusunan makalah mengenai manajemen stres ini, bertujuan untuk :
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental;
2.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan stres dan bagaimana stres dalam periode kehidupan;
3.      Mengetahui gejala stres.

D.    Manfaat Penyusunan

Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah pembaca mendapat pengetahuan lebih tentang apa yang dimaksud dengan stres dan gejala stres.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Stres
Stress merupakan kondisi psikofisik yang ada (inheren) dalam diri setiap orang. Artinya stress dialami oleh setiaop orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau setatus sosial ekonomi. Stress bias dialami oleh bayi, anak-anak, remaja atau dewasa; dialami oleh pejabat dan rakyat jelata; dialami oleh pengusaha atau karyawan; dialami oleh orangtua atau anak; dialami oleh guru maupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita. Bahkan mungkin stres juga dialami oleh makhluk hidup lainnya.
Pengertian stres menunjukkan variasi antara ahli yang satu dengan ahli yang lainnya.  Folkman dan Lazarus (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai suatu akibat dari interaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai membahayakan dirinya.  Gibson (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai interaksi antara stimulus dan respon.  Stres sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu.  Stres sebagai respon yaitu respon individu baik respon yang bersifat fisiologik maupun respon yang bersifat psikologik, terhadap stresor yang berasal dari lingkungan.  Stresor tersebut merupakan peristiwa atau situasi dari luar yang bersifat mengancam individu.
Stres dapat berpengaruh positif juga negative. Pengaruh positif, yaitu mendorong individu untuk membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative, yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi; dan memicu sakit kepala, sakit perut, insomnia, tkanan darah tinggi, atau stroke.
Pengaruh negatif stres seperti contoh kasus tadi. Kasus tersebut menunjukan bahwa sikap penolakan dan perlakuan kasar seorangan ibu terhadap anak, dapat menyebabkan stress bagi anak tersebut. Stress anak yang berkepanjangan berpengaruh negative bagi perkembangan kepribadiannya, yaitu bersifat kurang percaya diri dan takut melakukan sesuatu.

B.     Teori-teori Stres
Teori dasar tentang stress dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, (Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998: 530-532; James W. Greenwood, III & James W. Greenwood, Jr., 1979: 30) yaitu sebagai berikut.
1.      Variabel Stimulus atau engineering approach (pendekatan rekayasa) yang mengkonsepsikan stress sebagi suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stress dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal baik sedikit maupun banyak.
2.      Variabel Respon atau physiological approach (pendekatan fisiologis) yang didasarkan pada model triphase dari Hans Selye. Dia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap stressor , yang dia namakan GAS (General Adaptation Syndrome). GAS terdiri atas tiga tahap, yaitu:
a)      eaksi alarm yang terjadi ketika organisme merasakan adanya ancaman, yang kemudian meresponnya dengan fight atau flight;
b)      resistance yang terjadi apabila stress itu berkelanjutan, di sini terjadi perubahan fisiologis yang melakukan keseimbangan sebagai upaya mengatasi ancaman; 
c)      exhaustion, yang terjadi jika stress terus berkelanjutan di atass periode waktu tertentu, sehingga organisme  mengalami sakit (menurut Selye, organisme memiliki keterbatasan untuk melawan [fight] stress). Hans Selye mengemukakan bahwa stress merupakan hal yang esensial bagi kehidupan. Tanpa stress tidak ada kehidupan, gagal merespon stressor pertanda kematian.
3.      Variable Interaktif, yang meliputi dua teori yaitu:
a.       Teori interaksional. Teori ini memfokuskan pembahasannya pada aspek-aspek (1) keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan (2) hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan. Penelitian terakhir mengidentifikasikan bahwa terdapat bukti yang lemah yang mendukung hubungan antara tuntutan-tuntutan spesifik dengan sakit.
b.      Teori transaksional yang memfokuskan pembahasannhya pada aspek-aspek kognitif dan afektif dalam berinteraksi dengan lingkungan, serta gaya-gaya “coping” yang dilakukan. Salah satu teori yang terkenal dari teori transaksional ini adalah teori dari Lazarus dan Folkman (1984). Mereka mendefinisikan stress sebagai “akibat ketidak seimbangan anatara tuntutan dan kemampua.” Pengertian ini mengimplikasikan bahwa apabila tuntutan itu lebih besar dari kemampuan yang dimiliki individu, maka dia akan mengamlami stress. Tetapi sebaliknya, apabila kemampuan individu lebih besar dari tuntutan itu sebagi tantangan, sehingga tuntutan itu tidak menyebabkan stress.
Walter Cannon, sekitar tahun 1932 mengemukakan bahwa manusia bahwa manusia merespon stress dengan fisik maupun psikis untuk mempersiapkan dirinya, apakah melawan/mengatasi atau menghindar/melarikan diri dari stress (fight or flight response). Ketika individu mempersepsi adanya ancaman, maka tubuhnya secara cepat mereaksinya melalui system syaraf simpatatetik dan system endoktrin. Respon atau menghindari ancaman tersebut. Canoon berpendapat bahwa di satu sisi, respon atau reaksi “fight-or-flight” itu merupkan usaha organisme untuk beradaptasi, sebab melalui reaksi itu organisme dapat merespon ancaman secara cepat. Di sisi lain, stress itu dapat merugikan, karena mengganggu fungsi emosi dan fisik, serta dapat merugikan kesehatan setiap saat. Apabila stress tersebut terus menerus, berarti individu akan mengalami masalah kesehatan selamanya.
Menurut Dadang Hawari (1997: 44-45) istilah stress tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu sama lainnhya saling terkait. Stress merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya. Apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia cukup cepat pulih dari pengaruh-pengaruh stress. Manusia mempunyai energy cepat pulih dari pengaruh-pengaruh stress. Manusia mempunyai energy penyesuaian diri untuk dipakai bilamana perlu.
Stress dapat diartikan sebagai respon (reaksi) fisik dan psikis,berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan terhadap tuntutan yang dihadapi. Diartikan juga reaksi yang dirasakannya tidak nyaman sebagai dampak dari persepsi yang kurang tepat terhadap sesuatu yang mengancam keselamatan dirinya, merusak harga dirinya, mengagalkan keinginan atau kebutuhannya.
Sementara A. Baum (Shelley E. Taylor, 2003) mengartikan stress sebagai “pengalaman emosional yang disertai perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang di arahkan untuk mengubah peristiwa stress tersebut atau mengakomosdasi dampak-dampanya.”
Dari beberapa pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa stress adalah “Perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap stressor (stimulus berupa peristiwa, objek, atau orang) yang mengancam, mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.”
Stimulus yang termasuk (a) peristiwa, seperti: ujian/tes bagi para pelajar atau mahasiswa, kematian seseorang yang dicintai, kemacetan lalu lintas, banjir, dan gempa bumi; (b) objek, seperti: bintang buas, peraturan yang berat atau tuntutan pekerjaan/tugas yang di luar kemampuan; dan (c) orang, seperti sikap dan perlakuan orangtua dan guru yang galak atau kasar, pimpinan yang otoriter, para preman (orang-orang jahat), dan penguasa yang dlalim.
C.     Stres dalam Periode Kehidupan
a.       Stres pada Bayi
Stress umumnya dialami bayi sebagai pengaaruh lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar), dan adanya keharusan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orangtua. Dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan tersebut, dia harus mengendalikan dorongan-dorongan alamiah atau naluriahnya.
Tuntutan atau peraturan yang harus diikuti oleh bayi itu di antaranya
1)      Menerima penyapihan dari ibunya,
2)      Belajar cara makan dan mematuhi jadwal waktunya, dan (toilet training). Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut ternyata tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui suatu proses yang tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian diri inilah, bayi sering mengalami stress.
Factor lain dapat menyebabkan stress pada bayi adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu, yang ditandai dengan perlakuan kasar dari itunya, marah-marah, atau kurang memperhatikan kebutuhannya.
b.      Stres pada Anak
Stress pada anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya, stress yang bersumber dari keluarga seperti: kurang kasih sayang dari orangtua, dan perubahan status keluarga (seperti dari serba kecukupan menjadi serba kekurangan atau broken home).
Sementara sumber stress yang berasal dari sekolah, di antaranya: sikap dan perlakuan guru yang kasar, kurang berhasil dalam bidang akademis, tidak naik kelas, kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas, dan keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk belajar (bising, kumuh, kurang sehat).

c.       Stress pada Remaja
Ada kepercayaan populer , bahwa masa remaja merupakan masa stress dalam perjalanan hidup seseorang. Yang menjadi sumber stress utama pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orangtua dengan kebutuhan remaja untuk bebas, atau independence dari peraturan tersebut.
Banyak reaksi remaja yang negative untuk mencapai kebebasan tersebut. Gejala-gejala yang umum dari kesulitan penyesuaian diri remaja ini, di antaranya: membolos dari sekolah, bersikap keras kepala atau melawan, dan berbohong.

d.      Stress pada Orang Dewasa
Stress yang dialami orang dewasa umumnya bersumber dari fakto-faktor: kegagalan perkawinan, ketidakharmonisan hubungan pekerjaan (seperti di-PHK), ketidakpuasan dalam hubungan seks, penyimpangan seksual suami atau istri, perselingkuhan suami atau istri, keadaan hamil, menopause, gangguan kesehatan fisik, dan anak nakal.

D.    Gejala Stress
Untuk mengetahui apakah diri kita atau orang lain mengalami stress, dapat dilihat dari gejala-gejalanya, baik fisik maupun psikis.
a.       Geajala fisik, di antaranya: sakit kepala, sakit lambung (mag), hypertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan sering buang air kecil.
b.      Gejala Psikis, di antaranya: gelisah atau cemas, tidak dapat konsentrasi belajar atau bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap[ pesimis, hilang rasa humor, malas belajar atau bekerja, sering melamun, dan sering marah-marah atau bersikap agresif (baik secara verbal, seperti: kata-kata kasar, dan menghina; maupun non-verbal, seperti: kata-kata kasar, dan menghina; maupun non-verbal, seperti: menempeleng, menendang, membanting pintu, dan memecahkan barang-barang).



           





BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan




B.     Saran





































DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Hadi Muttaqin. 2012. Pengertian Stres. [Online]. Tersedia:  http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2012/02/22/pengertian-stres/ [17 Maret 2012]
  Syafrianto. 2011. Pengertian Stres dan Emosi. [Online]. Tersedia: http://jankerdwells.wordpress.com/2011/02/20/49/ [18 Maret 2012]
Yusuf, Syamsu LN. Tanpa Tahun. Mental Hygiene. Bandung : Maestro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar