BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata “stres” bisa diartikan berbeda
bagi tiap-tiap individu. Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai
tekanan, desakan atau respon emosional. Parapsikolog juga mendefinisikan
stres dalam pelbagai bentuk. Definisi stres yang paling sering digunakan
adalah definisi Lazarus dan Launier (Ognen dalam Tanumidjojo, Basoeki,
Yudiarso, 2004) yang menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan
lingkungannya. Stres merupakan konskuensi dari proses penilaian individu,
yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi
tuntutan dari lingkungan.
Stres bisa positif dan bisa
negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang
menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres
hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan.Meskipun riset
mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal
menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya
dibanding stres hambatan.
Stress
merupakan kondisi psikofisik yang ada (inheren) dalam diri setiap orang.
Artinya stress dialami oleh setiaop orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia,
kedudukan, jabatan, atau status sosial ekonomi. Stress bisa dialami oleh bayi,
anak-anak, remaja atau dewasa; dialami oleh pejabat dan rakyat jelata; dialami
oleh pengusaha atau karyawan; dialami oleh orangtua atau anak; dialami oleh
guru maupun siswa; dan dialami oleh pria maupun wanita. Bahkan mungkin strea
juga dialami oleh makhluk hidup lainnya.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah yang kami susun adalah
1. Apa
yang dimaksud dengan stres?
2. Apa
saja teori-teori stres?
3. Bagaimana
stres pada setiap periode kehidupan?
4. Apa
saja gejala stres?
C.
Tujuan
Penyusunan
Penyusunan
makalah mengenai manajemen stres ini, bertujuan untuk :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Mental;
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan stres dan bagaimana stres dalam periode kehidupan;
3. Mengetahui
gejala stres.
D. Manfaat
Penyusunan
Manfaat
dari penyusunan makalah ini adalah pembaca mendapat pengetahuan lebih tentang apa yang dimaksud dengan stres dan gejala stres.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Stres
Stress merupakan kondisi psikofisik
yang ada (inheren) dalam diri setiap orang. Artinya stress dialami oleh setiaop
orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau setatus sosial
ekonomi. Stress bias dialami oleh bayi, anak-anak, remaja atau dewasa; dialami
oleh pejabat dan rakyat jelata; dialami oleh pengusaha atau karyawan; dialami
oleh orangtua atau anak; dialami oleh guru maupun siswa; dan dialami oleh pria
maupun wanita. Bahkan mungkin stres juga dialami oleh makhluk hidup lainnya.
Pengertian stres menunjukkan
variasi antara ahli yang satu dengan ahli yang lainnya. Folkman dan
Lazarus (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai suatu akibat dari
interaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai membahayakan
dirinya. Gibson (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai interaksi
antara stimulus dan respon. Stres sebagai stimulus adalah kekuatan atau
dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan
perubahan-perubahan fisik individu. Stres sebagai respon yaitu respon
individu baik respon yang bersifat fisiologik maupun respon yang bersifat
psikologik, terhadap stresor yang berasal dari lingkungan. Stresor
tersebut merupakan peristiwa atau situasi dari luar yang bersifat mengancam
individu.
Stres dapat berpengaruh positif juga negative.
Pengaruh positif, yaitu mendorong individu untuk membangkitkan kesadaran dan
menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative, yaitu menimbulkan
perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi; dan
memicu sakit kepala, sakit perut, insomnia, tkanan darah tinggi, atau stroke.
Pengaruh negatif stres seperti
contoh kasus tadi. Kasus tersebut menunjukan bahwa sikap penolakan dan
perlakuan kasar seorangan ibu terhadap anak, dapat menyebabkan stress bagi anak
tersebut. Stress anak yang berkepanjangan berpengaruh negative bagi
perkembangan kepribadiannya, yaitu bersifat kurang percaya diri dan takut
melakukan sesuatu.
B. Teori-teori
Stres
Teori dasar tentang stress dapat
disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, (Ray Woolfe dan Windy Dryden, 1998:
530-532; James W. Greenwood, III & James W. Greenwood, Jr., 1979: 30) yaitu
sebagai berikut.
1. Variabel
Stimulus atau engineering approach (pendekatan rekayasa) yang mengkonsepsikan
stress sebagi suatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu
tekanan dari luar yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam
model ini, stress dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal baik sedikit
maupun banyak.
2. Variabel
Respon atau physiological approach (pendekatan fisiologis) yang didasarkan pada
model triphase dari Hans Selye. Dia mengembangkan konsep yang lebih spesifik
tentang reaksi manusia terhadap stressor , yang dia namakan GAS (General
Adaptation Syndrome). GAS terdiri atas tiga tahap, yaitu:
a) eaksi
alarm yang terjadi ketika organisme merasakan adanya ancaman, yang kemudian
meresponnya dengan fight atau flight;
b) resistance
yang terjadi apabila stress itu berkelanjutan, di sini terjadi perubahan
fisiologis yang melakukan keseimbangan sebagai upaya mengatasi ancaman;
c) exhaustion,
yang terjadi jika stress terus berkelanjutan di atass periode waktu tertentu,
sehingga organisme mengalami sakit
(menurut Selye, organisme memiliki keterbatasan untuk melawan [fight] stress).
Hans Selye mengemukakan bahwa stress merupakan hal yang esensial bagi
kehidupan. Tanpa stress tidak ada
kehidupan, gagal merespon stressor pertanda kematian.
3. Variable
Interaktif, yang meliputi dua teori yaitu:
a. Teori
interaksional. Teori ini memfokuskan pembahasannya pada aspek-aspek (1)
keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan (2) hakikat hubungan
antara tuntutan pekerjaan dengan kebebasan mengambil keputusan. Penelitian
terakhir mengidentifikasikan bahwa terdapat bukti yang lemah yang mendukung
hubungan antara tuntutan-tuntutan spesifik dengan sakit.
b. Teori
transaksional yang memfokuskan pembahasannhya pada aspek-aspek kognitif dan
afektif dalam berinteraksi dengan lingkungan, serta gaya-gaya “coping” yang
dilakukan. Salah satu teori yang terkenal dari teori transaksional ini adalah
teori dari Lazarus dan Folkman (1984). Mereka mendefinisikan stress sebagai
“akibat ketidak seimbangan anatara tuntutan dan kemampua.” Pengertian ini
mengimplikasikan bahwa apabila tuntutan itu lebih besar dari kemampuan yang
dimiliki individu, maka dia akan mengamlami stress. Tetapi sebaliknya, apabila
kemampuan individu lebih besar dari tuntutan itu sebagi tantangan, sehingga
tuntutan itu tidak menyebabkan stress.
Walter
Cannon, sekitar tahun 1932 mengemukakan bahwa manusia bahwa manusia merespon
stress dengan fisik maupun psikis untuk mempersiapkan dirinya, apakah
melawan/mengatasi atau menghindar/melarikan diri dari stress (fight or flight
response). Ketika individu mempersepsi adanya ancaman, maka tubuhnya secara
cepat mereaksinya melalui system syaraf simpatatetik dan system endoktrin.
Respon atau menghindari ancaman tersebut. Canoon berpendapat bahwa di satu
sisi, respon atau reaksi “fight-or-flight” itu merupkan usaha organisme untuk
beradaptasi, sebab melalui reaksi itu organisme dapat merespon ancaman secara
cepat. Di sisi lain, stress itu dapat merugikan, karena mengganggu fungsi emosi
dan fisik, serta dapat merugikan kesehatan setiap saat. Apabila stress tersebut
terus menerus, berarti individu akan mengalami masalah kesehatan selamanya.
Menurut Dadang Hawari (1997: 44-45)
istilah stress tidak dapat dipisahkan dari distress dan depresi, karena satu
sama lainnhya saling terkait. Stress merupakan reaksi fisik terhadap
permasalahan kehidupan yang dialaminya. Apabila fungsi organ tubuh sampai
terganggu dinamakan distress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan
terhadap stressor yang dialaminya. Dalam banyak hal manusia cukup cepat pulih
dari pengaruh-pengaruh stress. Manusia mempunyai energy cepat pulih dari
pengaruh-pengaruh stress. Manusia mempunyai energy penyesuaian diri untuk
dipakai bilamana perlu.
Stress dapat diartikan sebagai respon
(reaksi) fisik dan psikis,berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau
tertekan terhadap tuntutan yang dihadapi. Diartikan juga reaksi yang
dirasakannya tidak nyaman sebagai dampak dari persepsi yang kurang tepat
terhadap sesuatu yang mengancam keselamatan dirinya, merusak harga dirinya,
mengagalkan keinginan atau kebutuhannya.
Sementara A. Baum (Shelley E. Taylor,
2003) mengartikan stress sebagai “pengalaman emosional yang disertai
perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang di arahkan
untuk mengubah peristiwa stress tersebut atau mengakomosdasi dampak-dampanya.”
Dari beberapa pendapat itu, dapat
disimpulkan bahwa stress adalah “Perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau
tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap
stressor (stimulus berupa peristiwa, objek, atau orang) yang mengancam,
mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan,
atau kesejahteraan hidupnya.”
Stimulus yang termasuk (a) peristiwa,
seperti: ujian/tes bagi para pelajar atau mahasiswa, kematian seseorang yang
dicintai, kemacetan lalu lintas, banjir, dan gempa bumi; (b) objek, seperti:
bintang buas, peraturan yang berat atau tuntutan pekerjaan/tugas yang di luar
kemampuan; dan (c) orang, seperti sikap dan perlakuan orangtua dan guru yang
galak atau kasar, pimpinan yang otoriter, para preman (orang-orang jahat), dan
penguasa yang dlalim.
C.
Stres
dalam Periode Kehidupan
a.
Stres pada Bayi
Stress
umumnya dialami bayi sebagai pengaaruh
lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar), dan adanya keharusan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orangtua. Dalam menyesuaikan
diri terhadap tuntutan tersebut, dia harus mengendalikan dorongan-dorongan
alamiah atau naluriahnya.
Tuntutan
atau peraturan yang harus diikuti oleh bayi itu di antaranya
1)
Menerima penyapihan dari ibunya,
2)
Belajar cara makan dan mematuhi jadwal
waktunya, dan (toilet training). Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap
tuntutan tersebut ternyata tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui
suatu proses yang tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian
diri inilah, bayi sering mengalami stress.
Factor lain dapat menyebabkan stress
pada bayi adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu, yang ditandai dengan
perlakuan kasar dari itunya, marah-marah,
atau kurang memperhatikan kebutuhannya.
b. Stres
pada Anak
Stress
pada anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya, stress
yang bersumber dari keluarga seperti: kurang kasih sayang dari orangtua, dan
perubahan status keluarga (seperti dari serba kecukupan menjadi serba kekurangan
atau broken home).
Sementara
sumber stress yang berasal dari sekolah, di antaranya: sikap dan perlakuan guru
yang kasar, kurang berhasil dalam bidang akademis, tidak naik kelas, kesulitan
dalam mengerjakan tugas-tugas, dan keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk
belajar (bising, kumuh, kurang sehat).
c.
Stress pada Remaja
Ada
kepercayaan populer , bahwa masa remaja merupakan masa stress dalam perjalanan
hidup seseorang. Yang menjadi sumber stress utama pada masa ini adalah konflik
atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orangtua dengan
kebutuhan remaja untuk bebas, atau independence dari peraturan tersebut.
Banyak
reaksi remaja yang negative untuk mencapai kebebasan tersebut. Gejala-gejala
yang umum dari kesulitan penyesuaian diri remaja ini, di antaranya: membolos
dari sekolah, bersikap keras kepala atau melawan, dan berbohong.
d. Stress pada Orang Dewasa
Stress
yang dialami orang dewasa umumnya bersumber dari fakto-faktor: kegagalan
perkawinan, ketidakharmonisan hubungan pekerjaan (seperti di-PHK),
ketidakpuasan dalam hubungan seks, penyimpangan seksual suami atau istri,
perselingkuhan suami atau istri, keadaan hamil, menopause, gangguan kesehatan
fisik, dan anak nakal.
D. Gejala Stress
Untuk
mengetahui apakah diri kita atau orang lain mengalami stress, dapat dilihat
dari gejala-gejalanya, baik fisik maupun psikis.
a. Geajala
fisik, di antaranya: sakit kepala, sakit lambung (mag), hypertensi (darah
tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur),
mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan sering buang air
kecil.
b. Gejala
Psikis, di antaranya: gelisah atau cemas, tidak dapat konsentrasi belajar atau
bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap[ pesimis, hilang rasa humor, malas
belajar atau bekerja, sering melamun, dan sering marah-marah atau bersikap
agresif (baik secara verbal, seperti: kata-kata kasar, dan menghina; maupun
non-verbal, seperti: kata-kata kasar, dan menghina; maupun non-verbal, seperti:
menempeleng, menendang, membanting pintu, dan memecahkan barang-barang).
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim,
Hadi Muttaqin. 2012. Pengertian Stres.
[Online]. Tersedia: http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2012/02/22/pengertian-stres/
[17 Maret 2012]
Syafrianto. 2011. Pengertian Stres dan Emosi. [Online]. Tersedia: http://jankerdwells.wordpress.com/2011/02/20/49/
[18 Maret 2012]
Yusuf,
Syamsu LN. Tanpa Tahun. Mental Hygiene.
Bandung : Maestro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar